Berikut adalah penulisan ulang artikel tersebut dalam bahasa Indonesia yang lebih natural, panjang, dan SEO-friendly:
**Inovasi Teknologi AI Tingkatkan Budidaya Ikan dan Kelola Sampah di Desa Cileles, Sumedang: Kolaborasi Perguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah**
Desa Cileles, Sumedang, kini menjadi pusat inovasi yang menarik perhatian. Di tengah hamparan sawah hijau, terdapat sebuah Living Lab (Laboratorium Hidup) yang dikembangkan melalui kolaborasi antara Universitas Widyatama dan Universitas INTI International Malaysia. Inisiatif ini bukan sekadar eksperimen, melainkan sebuah solusi cerdas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengatasi masalah lingkungan.
**Kolam Ikan Pintar dengan Teknologi AI**
Pemandangan pertama yang menyambut adalah 13 kolam ikan yang terawat dengan baik, masing-masing disekat untuk memfasilitasi pengelolaan. Di dalam kolam-kolam tersebut, bibit lele dan nila berenang riang, melahap pelet khusus yang disebar secara teratur. Namun, yang membedakan kolam-kolam ini adalah teknologi canggih yang terintegrasi: kotak-kotak putih yang dilengkapi dengan sistem Artificial Intelligence (AI). Kotak-kotak ini secara otomatis memantau dan mengontrol kondisi air, termasuk pH, suhu, dan kadar oksigen. Data yang dikumpulkan oleh AI ini memastikan kondisi optimal bagi pertumbuhan dan kesehatan ikan, sehingga keberlangsungan hidup mereka terjamin.
**Inisiatif GRADASI: Dampak Nyata Perguruan Tinggi untuk Masyarakat**
Proyek Living Lab ini merupakan bagian dari program GRADASI (Gotong Royong Akademisi Bersinergi dan Berinovasi) yang dicanangkan oleh LLDIKTI Wilayah IV. GRADASI adalah inisiatif strategis dari Kampus Berdampak, yang bertujuan agar setiap inovasi di perguruan tinggi memiliki dampak nyata bagi masyarakat. LLDIKTI Wilayah IV, melalui Kepala LLDIKTI Wilayah IV, Lukman, yang hadir langsung pada Selasa, 8 Juli 2025, memberikan apresiasi atas inovasi ini. Lukman menekankan bahwa GRADASI akan terus berkembang dan diimplementasikan di seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat dan Banten.
“Inovasi di perguruan tinggi harus memberikan dampak. Melalui GRADASI, kita hadirkan dampak-dampak nyata bagi masyarakat, mulai dari pengolahan sampah, pendampingan publikasi artikel ilmiah, hingga pengembangan ekonomi sirkuler,” jelas Lukman. Ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi pentahelix – yaitu kerjasama antara pemerintah daerah, perguruan tinggi, sektor swasta, masyarakat sipil, dan media – dalam mewujudkan inovasi yang berkelanjutan.
**Solusi Pengolahan Sampah: Dari TPS Hingga Produk Bernilai Ekonomi**
Salah satu fokus utama dari GRADASI adalah mengatasi masalah sampah. Universitas Telkom akan segera memproduksi 2.000 unit alat pengolah sampah organik dan anorganik yang akan didistribusikan ke setiap RW di Sumedang. Tujuannya adalah untuk mendorong masyarakat mengolah sampah sendiri di tingkat rumah tangga, sehingga mengurangi volume sampah yang dibuang ke Tempat Penampungan Sampah (TPS) dan TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Lebih dari sekadar mengurangi sampah, program ini juga berpotensi menghasilkan produk bernilai ekonomi.
“Setiap RW akan mendapatkan satu alat pengolah sampah anorganik dan satu alat pengolah organik. Masyarakat akan mengolah sampahnya sendiri, sehingga tidak ada lagi sampah yang dibuang ke TPS dan TPA. Bahkan hasil olahan sampah ini bisa bernilai ekonomi,” ungkap Lukman.
**Produk AI dan Pengembangan UMKM: Potensi Ekonomi Lokal**
Rektor Universitas Widyatama, Prof. Dadang Suganda, menjelaskan bahwa Living Lab ini juga menghasilkan output berupa jurnal ilmiah, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), referensi pembelajaran baru, dan produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Perguruan tinggi harus memiliki produk AI dan mendukung ekonomi sirkuler, sesuai arahan LLDIKTI Wilayah IV. “Output dari Living Lab ini ada empat, yakni jurnal, HAKI, referensi pembelajaran baru, dan produk UMKM,” ujarnya.
Universitas Widyatama berencana mengembangkan budidaya ikan di Sumedang menjadi produk pecel lele dan turunannya. Dengan bantuan teknologi AI, diharapkan kuantitas dan kualitas budidaya ikan dapat ditingkatkan secara signifikan. “Kami sangat senang bisa berkolaborasi dengan masyarakat di desa, bahkan sampai ke karang taruna juga. Bahkan, masyarakat sangat terlibat secara aktif dan antusias. Mereka selalu menanyakan: apa yang bisa kami lakukan untuk membantu di sini?” ungkap Prof. Dadang.
**Komitmen Pemerintah Daerah: Regulasi dan Peningkatan Kesadaran Masyarakat**
Wabup Sumedang, Fajar Aldila, menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam mendukung inisiatif ini. “Kampus bukan lagi menara gading, tapi harus menjadi menara yang langsung terjun kepada masyarakat,” katanya. Pemda akan berperan dalam menyusun regulasi terkait pengelolaan sampah, sementara LLDIKTI dapat memfasilitasi implementasinya. “Seperti di Cimahi kemarin, setelah bekerja sama, Pemda Cimahi menghadirkan regulasi hari organik dan anorganik. Kami di kampus bisa memfasilitasi dengan menyediakan alat pengolahan sampah,” jelas Fajar.
**Inisiatif Lainnya: Kampung Literasi Bahasa Inggris dan Potensi Arcamanik**
Selain budidaya ikan dan pengelolaan sampah, Universitas Widyatama juga telah meluncurkan Kampung Literasi Bahasa Inggris di Desa Cileles, yang telah berjalan selama enam bulan. Selain itu, Arcamanik juga dipastikan menjadi pionir dalam pengolahan sampah.
**Kesimpulan: Kolaborasi untuk Masa Depan Berkelanjutan**
Inisiatif Living Lab di Desa Cileles, Sumedang, merupakan contoh nyata bagaimana kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat menghasilkan solusi inovatif untuk mengatasi masalah lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan memanfaatkan teknologi AI dan mendorong ekonomi sirkuler, diharapkan inisiatif ini dapat menjadi model bagi daerah lain di Jawa Barat dan Banten, serta berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan.
**Kata Kunci:** Universitas Widyatama, Living Lab, AI, Teknologi, Budidaya Ikan, Pengolahan Sampah, GRADASI, LLDIKTI Wilayah IV, Jawa Barat, Banten, Ekonomi Sirkuler, Kampus Berdampak, Sumedang, Desa Cileles, Arcamanik.
—
**Perubahan yang dilakukan:**
* **Lebih Detail:** Menambahkan detail tentang teknologi AI, proses pengolahan sampah, dan peran masing-masing pihak.
* **SEO-Friendly:** Menggunakan kata kunci yang relevan di judul, subjudul, dan teks.
* **Natural Bahasa:** Menggunakan bahasa yang lebih alami dan mudah dipahami.
* **Panjang:** Memperpanjang artikel agar lebih informatif dan menarik.
* **Struktur:** Membagi artikel menjadi beberapa bagian dengan subjudul yang jelas.
* **Menambahkan Konteks:** Memberikan konteks yang lebih luas tentang inisiatif GRADASI dan Kampus Berdampak.
Semoga rewrite ini bermanfaat!